24 tahun perjalanan ke Bromo

•04/09/2018 • Tinggalkan sebuah Komentar

24 tahun perjalanan ke Bromo

DSC02220.JPG

Pertama kali ke kawasan Taman Nasional Bromo-Tengger- Semeru pada tahun 1994. Kala itu masih belum banyak wisatawan maupun fotografer yang berkunjung ke sana. Hingga tahun 2013, setiap tahun saya ke sana. Puncaknya pada tahun 2000, dalam setahun 5 kali melakukan perjananan ke Bromo, pada tahun tersebut terjadi  erupsi, hujan debu melanda Bromo sekitarnya. Pada tahun tersebut pula pertama kali saya memotret upacara Karo, yang kalah terkenal dibanding upacara Kasada. Hingga 2013, saya selalu memotret upacara Karo yang pada waktu itu bertepatan dengan bulan Ramadhan.

DSC02234A.jpg

Bromo sekarang telah berubah, banyak homestay, hartop sewaan pun semakin banyak. Begitu pula sepeda motor semakin banyak. Sehingga memudahkan masyarakat Tengger pergi dan membawa hasil panennya. Spot-spot untuk melihat sunrise pun semakin banyak dikenal. Dulu spot Seruni tidak banyak diketahui wisatawan, tetapi sekarang semakin ramai. Justru pertama kali kali saya memotret di Bromo malah diantar oleh pengemudi hartop ke lokasi ini, waktu itu hanya membayar Rp.15.000, sekarang Rp.100.000 per orang. Sebenarnya ada spot yang dekat dengan lokasi hotel maupun homestay, spot Mentigen. dapat dijangkau dengan berjalan kaki atau naik ojek ( Rp.15000, sekali jalan).

DSC02252.JPG

Menurut saya spot Seruni lebih menarik daripada Penanjakan 1, makanya saya selalu mengajak teman-teman ke lokasi ini. Bromo terasa lebih dekat, dapat melihat desa Ngadisari lebih dekat juga. Selain itu, apabila kita pulang dengan berjalankaki menuju Cemoro Lawang , kita akan mendapatkan spot-spot menarik, baik gunung Bromo atau lanskap lading-ladang petani dengan latarbelakang bukit-bukit yang mengelilingi kawasan Bromo-Tengger-Semeru.

DSC02284A.jpg

Wisatawan yang ke Bromo hanya mengenal atau diperkenalkan tentang sensasi sunrise Bromo saja. Padahal kawasan ini memiliki keindahan lainnya, kita dapat melihat kehidupan masyarakat Tengger yang merupakan satu-satunya pemeluk agama Hindu Jawa terbesar. Selain itu, dapat pula masuk ke desa-desa yang ada di sekitar kawasan Bromo. Bahkan di desa Jetak, dekat Ngadisari, terdapat pasar yang menarik untuk dilihat dan didokumentasikan.

DSC02275A.jpg

Karena masyarakat Tengger yang mayoritas memeluk agama Hindu Jawa, maka ada 2 upacara besar yaitu Kasada dan Karo. Ada pula upacara Unan-Unan yang dilaksanakan setiap 5 tahun sekali, tepat tahun ini akan dilaksanakan pada akhir bulan November.

DSC02261A.jpg

DSC02262A.jpg

Selamat berkunjung ke negeri di atas awan, Bromo dan  bertemu dengan Masyarakat Tengger

Gowes wisata dan kuliner dari Surabaya ke Lumajang

•07/11/2017 • 2 Komentar

Perjalanan diawali dengan menggunakan kereta api dari Jakarta menuju Surabaya. Karena menggunakan sepeda lipat, jadi memungkinkan untuk membawanya. Saya memilih kereta api yang berangkat pagi dari Jakarta, tiba di surabaya malam pukul 18.30 dan langsung menuju hotel, untuk istirahat semalam di Surabaya. 


Jarak perjalanan Surabaya-Lumajang 143 km. Apabila tidak dapat menuntaskan perjalanan ini, saya memiliki beberapa rencana, menginap di Pasuruan atau Probolinggo. Sebelum perjalanan saya sempatkan ke Taman Bungkul, yang jaraknya tidak jauh dari penginapan. Dari Taman Bungkul langsung perjalanan dimulai melewati Wonokromo, Waru dan Sidoarjo. 


Di daerah Sidoarjo bertemu dengan pesepeda yang menggunakan sepeda lipat juga. Pesepeda tersebut akan ke arah Pandaan. Lumayan, paling tidak ada teman di perjalanan. Kami berpisah di pertigaan Gempol.

Setelah sampai di daerah Gempol, tidak lupa mampir ke sentra penjual Klepon, Gempol, Pasuruan. Klepon di tempat bisa dinikmati selagi masih hangat. Karena belum sarapan, jadi klepon sebagai penggantinya. Klepon di sini dijual per kotak 5 ribu rupiah, isinya 5 buah.


Setelah selesai beristirahat sambil makan klepon, perjalanan dilanjutkan menuju Bangil. Saya teringat pesan teman, seorang teman, pakar arkeologi, bahwa di sekitar Bangil ada Candi Gunung Gangsir. Akhirnya saya putuskan untuk mampir ke Candi Gunung Gangsir. Disebut Candi Gunung Gangsir, karena berada di desa Gunung Gangsir.


Perjalanan dilanjutkan ke Bangil. Di Bangil ada kuliner yang harus dicicipi, nasi punel. Nasi punel merupakan kuliner khas Bangil. Nasi punel yang terkenal adalah nasi punel Hj. Lin. Rasanya ciamik..


Setelah puas dengan perjalanan dilanjutan menuju kota Pasuruan. Karena kondisi fisik memungkinkan, maka tidak jadi menginap di Pasuruan. Sejak dari Pasuruan tiup angin mulai sedikit terasa kencang, sehingga kecepatan agak berkurang. Udara panas dan tiup angin yang kencang cukup memeras tenaga, maka perlu istirahat agar tenaga tidak terkuras. Setiap perjalanan sebaiknya kita mencicipi makanan maupun minuman yang jarang kita temui di kota-kota besar. Saya mampir di warung yang menjual es degan (kelapa muda) dan legen. Legen jadi pilihan, karena cukup dahaga, saya minum sebanyak 2 gelas. Nikmatnya luar biasa..


Angin tetap bertiup dengan kencang. Kali ini bukan hanya dahaga, karena sudah waktu makan siang, rasa lapar mulai mengganggu.  Akhirnya mampir ke restoran Tongas Asri. Saya selalu mampir di restoran ini setiap perjalanan melewati antara Pasuruan-Probolinggo. Ada berbagai masakan di Tongas Asri, paling sering saya makan rawonnya yang ciamik. Karena bosan, kali ini ingin mencoba nasi pecel, ternyata ciamik..


Seperti biasa, setelah kuliner perjalanan dilanjutkan. Tak berapa lama akhirnya tiba di Probolinggo 

Karena tanggung jarak Probolinggo-Lumajang tinggal 40km lagi, maka perjalanan saya lanjutkan hingga Lumajang. Tiba di Lumajang sekitar pukul 18.30. Di Kota Lumajang pun banyak kuliner yang bisa dinikmati 



Salam ciamik 

Gowes ke Kompleks Pabrik Gula Jatiroto

•07/07/2017 • Tinggalkan sebuah Komentar

Pabrik Gula Jatiroto berada di Kaupaten Lumajang dan merupakan pabrik gula terbesar yang masih beroperasi. Karena sudah banyak pabrik gula yang sudah tidak lagi beroperasi. 


Tidaklah puas bila hanya melihat pabriknya saja, sebagai pabrik gula peninggalan kolonial Hindia Belanda, tentu saja masih banyak peninggalan sejarah di dalam kompleks pabrik gula ini. Kita bisa melihat perkebunan tebu, lori dan bangunan-bangunan kolonial yang masih berfungsi. Namun lori sudah menggunakan buatan zaman modern.


Pada waktu memgunjungi kompleks perkebunan dan pabrik gula Jatiroto, saya memulai perjalanan dari kota Lumajang dan sengaja mengambil rute pedesaan. Dengan mengambil rute tersebut kita bisa melihat perkebunan tebu lebih dahulu. Bila melewati jalan raya Lumajang-Jember, maka kita akan melihat pabrik dan perumahan para pejabat pabrik. Dengan cara melewati pedesaan, jarak menuju Jatiroto menjadi sedikit lebih jauh, sekitar 25 km. Walaupun begitu saya merasakan kepuasan, karena dapat juga melihat kegiatan pekerja dilingkungan perkebunan tebu yang kebetulan sedang musim giling tebu.

GOWES HERITAGE SEKITAR YOGYAKARTA

•03/04/2017 • Tinggalkan sebuah Komentar

Perjalanan kali ini mengunjungi beberapa candi di sekitar Yogyakarta. Karena keterbatasan waktu, maka hanya memfokuskan gowes ke candi-candi yang agak jarang dikunjungi wisatawan. Dari penginapan  hanya berjarak kurang  lebih 15 km, jadi pulang-pergi sekitar 30 km. Candi-candi yang dikunjungi adalah Candi Plaosan, Sojiwan dan Kalasan.


Candi Plaosan

Candi yang merupakan candi budha ini dibangun pada masa pemerintahan rakai pikatan sekitar abad ke – 9 sebelum masehi dan letak candi ini tidak jauh dari candi besar yang ada di perbatasan yogyakarta dan klaten yaitu candi prambanan hanya berjarak sekitar 2,5 km dan akses menuju candi plaosan sangat bagus karena medan jalan yang sudah beraspal

Candi Plaosan merupakan perpaduan antara kebudayaan Hindu dan Budha yang terlihat dari bentuk dan struktur bangunan candi, candi dengan bangunan yang menjulang tinggi merupakan ciri dari candi peninggalan Hindu, sedangkan dasar candi dengan struktur yang lebar menunjukkan bangunan candi tersebut bercirikan peninggalan kebudayaan Budha.

Candi Sojiwan


Candi Sojiwan belum banyak dikenal orang, dan baru selesai dipugar pada tahun 2012. Letaknya tidak jauh dari stasiun Prambanan. Candi ini perpaduan antara candi Hindu dan Budha. Di candi ini kita dapat menyaksikan relief binatang atau fabel.

Candi Sojiwan berada di dusun Sojiwan, desa Kebondalem Kidul, kecamatan Prambanan, kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Asal-usul Candi Sojiwan menurut Prasasti Rukam yang dibuat pada tahun 907 Masehi, Raja Balitung dari kerajaan Mataram Kuno mempersembahkan bangunan suci yang bercirikan Buddha untuk neneknya yang sangat dihormati.

Candi Kalasan


Candi kalasan dikenal sebagai candi Budha tertua di Yogyakarta, berada di daerah Kalasan.

Pada awalnya hanya candi Kalasan ini yang ditemukan pada kawasan situs ini, namun setelah digali lebih dalam maka ditemukan lebih banyak lagi bangunan bangunan pendukung di sekitar candi ini. Selain candi Kalasan dan bangunan – bangunan pendukung lainnya ada juga tiga buah candi kecil di luar bangunan candi utama, berbentuk stupa.

Lokasinya yang hanya berjarak sekitar 15 km dari pusat kota Yogyakarta membuat candi mungil ini termasuk salah satu obyek wisata yang lumayan banyak dikunjungi oleh para wisatawan.

Berdasarkan prasasti Kalasan tersebut, seorang peneliti bernama Prof.DR.Casparis meyakini bahwa pada saat itu candi ini dibangun secara bersama antara Hindu dan Buddha. Candi Kalasan ini telah dipugar sebanyak dua kali yaitu pada tahun 1927 dan 1929.

GOWES WISATA KE TAHURA

•11/17/2016 • Tinggalkan sebuah Komentar

Taman Hutan Raya Juanda bisa jadi salah satu tujuan wisata anda kalau berlibur ke Bandung, terutama kalau anda memang penyuka wisata alam di Bandung. Taman Hutan Raya Juanda dikenal juga dengan nama Tahura Juanda, atau cukup dengan singkatan THR Juanda.

Setiap hari Minggu Tahura ramai dikunjungi oleh warga Bandung maupun warga yang sedang berwisata ke Bandung. Bagi penggemar sepeda, Tahura merupakan salah satu tujuan gowes wisata di  Bandung.

Lalu lintas menuju Tahura selalu diramaikan oleh sepeda yang berseliweran ataupun orang yang berolahraga di akhir pekan. Maka di beberapa sudut terpasang tulisan yang “utamakan pesepeda dan pejalan kaki”. Hal ini sangat dimengerti oleh kendaraan bermotor yang melewati jalur ini.

   
  
Gowes wisata tidaklah lengkap tanpa disertai kuliner. Tidak beberapa jauh dari lokasi Tahura ada beberapa tempat untuk istirahat untuk menikmati sajian sederhana untuk memanjakan perut yang lapar dikarenakan jalan menanjak. Kira-kira 200 meter dari Tahura ada BUBUR GOWES, tempat yang banyak disinggahi pesepeda untuk istirahat dan sarapan. Bubur Gowes menyediakan bubur ayam, cakwe, susu, teh jahe dan lain-lain.

  

 
Bagi penggemar kopi, bisa mampir ke kedai kopi ARMOR yang letaknya 300 meter dari Bubur Gowes. Selain kopi tersedia pula penganan lainnya, seperti roti bakar, pisang goreng, cireng dan lain-lain. Jadi tidak perlu khawatir kelaparan bila gowes ke Tahura. 

  
Salam Gowes!

Sinaboi, kampung nelayan keturunan Tionghoa di Rokan Hilir

•08/18/2016 • 1 Komentar

Sinaboi merupakan kampung nelayan di sebelah timur kota Bagan Siapi-api, Kabupaten Rokan Hilir. Jaraknya 30 km dari kota Bagan Siapi-api maupun dari kota Dumai. Di Sinaboi mayoritas masyarakatnya keturunan Tionghoa yang berprofesi sebagai nelayan, mereka menggunakan bahasa Hokkian. 

 
   
 
Sinaboi diprediksi akan berkembang sangat pesat karena letaknya secara geografis berdekatan dengan kota Dumai, kota yang berkembang secara ekonomis. Ada rencana dari pemerintah daerah untuk mengembangkan Sinaboi menjadi pelabuhan nusantara utama bagi kota Bagan Siapi-api. Karena letak Sinaboi tidak jauh dari Selat Malaka.

Barikut ini adalah foto-foto suasana di Sinaboi:

  
  
  
  
  

Gowes ke Candi Ijo, Yogyakarta

•08/02/2016 • Tinggalkan sebuah Komentar

Bersepeda atau gowes ke Yogyakarta merupakan pengalaman pertama kali. Sudah sekian lama memimpikan untuk gowes di Yogyakarta sekitarnya, akhirnya tercapai juga. Dengan menggunakan kereta api yang berangkat di pagi hari, yang memakan waktu sekitar 8 jam, tibalah di Yogyakarta di sore hari dan langsung kulonuwun dulu dengan penguasa keramaian kota Yogyakarta, Malioboro

  
Saya memilih penginapan yang sedikit jauh dari keramaian Malioboro, yang sudah saya pesan via online. Saya menginap di hotel yang berada di jl. Kartini, dengan suasana tenang dan pelayanan yang baik dan jangan khawatir akan kuliner di sekitarnya, karena hotel ini berada tak jauh dari kampus ternama di Yogyakarta

Keesokan harinya, gowes dimulai, saya berangkat pukul 6.30 pagi. Rute kali ini melalui jalan raya Yogya-Solo. Setelah 1 jam gowes, akhirnya tiba di kompleks candi Prambanan, dilanjutkan dengan istirahat di candi Plaosan, sambil foto-foto. Berikutnya perjalanan dilanjutkan menuju stasiun kereta api Prambanan, karena di dekat stasiun ada soto daging bebek yang ciamik rasanya

Candi Ijo merupakan candi Hindu yang terletak di ketinggian 375 Mdpl, berada di desa Sambirejo, Prambanan, Sleman. Tapi menanjakan ke candi Ijo cukup curam, sehingga cukup menguras energi. Rute menuju candi Ijo melewati beberapa daerah tujuan wisata, Istana Ratu Boko, Spot Riyadi dan Tebing Breksi. Karena sudah beberapa kali ke Istana Ratu Boko, saya putuskan untuk tidak masuk ke kompleks Istana Ratu Boko. Perjalanan dilanjutkan menuju Spot Riyadi. 

  
  
Nama Spot Riyadi masih belum diketahui banyak orang. Lokasi ini berada di pekarangan rumah warga yang bernama Riyadi. Entah siapa yang menemukan lokasi ini. Dari lokasi ini kita dapat melihat gunung Merapi dan candi Prambanan secara jelas, terutama di saat cuaca cerah.

Setelah menikmati pemandangan dari Spot Riyadi, perjalanan dilanjutkan menuju Tebing Breksi. Tebing ini terjadi akibat sebelumnya ada penambangan liar, dan kemudian ditata menjadi tebing yang indah, serta banyak didatangi wisatawan lokal, terutama yang datang dari sekitar Yogyakarta.

  
Akhirnya perjalanan terberat harus dihadapi, menanjak kira-kira 2 km menuju candi Ijo. Tanjakannya cukup curam, perlu kesabaran dan shifting yang benar kalau kita tetap mengayuh sepeda kita. Menjelang 300m sebelum mencapai candi Ijo, tenaga terasa benar-benar terkuras. Akhirnya sampailah di candi Ijo.

  
Masih banyak lagi daerah tujuan wisata di Yogyakarta. Bila ada kesempatan saya akan gowes kembali ke Yogyakarta. Yogya… Yogya… Kota istimewa..

Gowes Nanjak ke Pura Mandhara Giri Semeru Agung, Senduro, Lumajang

•07/28/2016 • Tinggalkan sebuah Komentar

Melihat judulnya sudah pasti gowes kali menghadapi tanjakan yang menguras tenaga. Jarak Lumajang-Senduro sekitar 20 km. Senduro merupakan salah satu tujuan goweser di Lumajang. 
Biasanya waktu kita bersepeda setiap menemukan tanjakan , pasti ada jalan menurun, tetapi tidak berlaku bila kita gowes di daerah Lumajang. Karena perjalanan pulang-pergi melewati jalanan yang sama. Waktu pulang kita baru menemukan jalanan menurun. 
Senduro merupakan daerah yang searah bila kita akan ke Ranupani, daerah di kaki gunung Semeru. Jadi sudah terbayang tanjakan yang akan kita hadapi. 
Perjalanan menuju ke Senduro akan melewati beberapa desa dengan pemandangan sawah yang mulai menguning, kebetulan memang sedang musim panen padi. Dan gunung Semeru pun tampak di kejauhan. Selain itu kita akan melewati hutan jati yang tidak begitu luas lagi. 

 

   Setelah menempuh perjalanan sekitar 2 jam, tibalah di pasar Senduro, tetapi untuk mencapai pasar tersebut perlu tenaga ekstra, karena merupakan tanjakan terberat dan terpanjang dibanding tanjakan-tanjakan sebelumnya. Setelah tiba di pasar, melanjutkan perjalanan sekitar 500 M menuju Pura Mandhara Giri Semeru Agung. 
  

Tidak jauh dari pura ada warung pecel yang enak dan dilayani oleh anak gadis pemilik warung yang cantik. Makanya kalau anda gowes ke pura, jangan lupa mampir ke warung pecel tersebut. Ciamik!

Gowes menuju perkebunan teh Kertowono

•07/23/2016 • Tinggalkan sebuah Komentar

Setelah lebaran 2016 berencana gowes mengeksplore beberapa tempat menarik di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Salah satu tujuan kali ini adalah perkebunan teh Kertowono di Gucialit. Jarak dari kota Lumajang hanya 20 km, tapi gowes ke arah Kertowono cukup memeras tenaga, karena tidak menemukan sedikitpun bonus turunan. Perkebunan teh Kertowono berada di 650 MDPL-1250 MDPL, bisa dibayangkan gowes dari kota Lumajang yang berada di 41 MDPL.

Setelah sarapan pagi, perjalanan dimulai melewati jalan yang di kiri dan kanan penuh dengan sawah yang membentang. Di kejauhan tampak gunung Semeru mau gunung Lemongan yang berada di kecamatan Klakah.


Beberapa tanjakan harus dilalui dengan sabar, karena bersepeda tidak hanya bermodalkan kekuatan dengkul saja. Tidak perlu terburu-buru dalam melewati tanjakan yang ekstrim, bila terburu-buru tenaga kita akan terkuras habis. Saya beberapa kali beristirahat setelah melewati beberapa tanjakan, kadang setiap melewati tanjakan yang ekstrim terpaksa beristirahat kira-kira 10 menit.

Walaupun jaraknya hanya 20 km dari kota Lumajang, tetapi perjalanan cukup memakan waktu sekitar 3 jam, sudah termasuk istirahat. Jadi bagi anda yang suka bersepeda bisa membayangkan seperti apa tanjakannya. Setelah tiba di wilayah perkebunan teh Kertowono kita akan disambut oleh udara sejuk dan segar, maka tidak sia-sia walaupun sudah kerja keras melewati tanjakan yg cukup dahsyat. Saat tiba di lokasi mulai hujan rintik-rintik, sehingga tidak dapat menikmati keindahan alam di perkebunan teh Kertowono. Di kompleks perkebunan ini terdapat pabrik teh dan juga ada koperasi yang menjual teh untuk dibeli pengunjung perkebunan.


Gowes Lumajang-Pasirian

•07/13/2016 • Tinggalkan sebuah Komentar

Lumajang banyak menyimpang keindahan alam yang belum banyak diketahui masyarakat di Pulau Jawa. Lumajang memiliki potensi wisata alam yang luar biasa, baik gunung maupun pantai. Secara geografis berada di kaki gunung semeru hingga ke pantai selatan Jawa.

Kali ini saya memiliki cara berbeda dalam menikmati alam di Kabupaten Lumajang, yakni dengan bersepeda mengeksplorasi tempat-tempat indah di Lumajang. Saya menggunakan sepeda lipat, agar memudahkan untuk dibawa menggunakan transportasi darat seperti kereta api atau bus. 

Hari pertama saya bersepeda sepanjang kurang lebih 45 km ke arah selatan lumajang. Tujuan utama saya kecamatan Pasirian, tetapi mengambil rute yang berbeda, karena saya ingin merasakan pengalaman yang berbeda. Melalui daerah Kunir yang masih banyak sawah yang membentang di kiri-kanan jalan. Setelah itu perjalanan dilanjutkan menuju jembatan Pandanwangi melalui jalan lintas selatan Jawa Timur. Di jalan lintas selatan ini kita bisa mampir sebentar ke pantai Watu Kecak dan terus melanjutkan perjalanan ke arah Desa Jarit yang masuk bagian dari kecamatan Pasirian. Dan akhirnya tiba di Pasirian setelah melakukan perjalanan selama kurang lebih 5 jam, sudah termasuk istirahat di perjalanan. Dari Pasirian langsung kembali ke Lumajang dengan jarak 20 km. 

Salam Gowes